Parah! Anehnya, pasca pemilu, mereka ngilang. Tak ada sepatah kata maaf ke publik. Padahal, saat rilis hasil survei, mereka bersemangat! Sebanyak-banyaknya undang awak media. Masif ciptakan opini. Bila perlu, buatin meme plus puisi. Biar makin mantab dan makin sedap. Giliran surveinya keliru, bersembunyi. Tak tercium lagi bau surveinya oleh media.
Kasus ini terjadi diantaranya di Pilgub Jawa Tengah 2018. Sudirman Said-Siti Fauziyah dalam survei beberapa lembaga, elektabilitasnya 13-22,6%. Faktanya 41,22%. Besar sekali margin errornya. Dan di pilgub Jawa Barat 2018, elektabilitas Sudrajat-Saikhu berdasarkan banyak lembaga survei, hasilnya 6,1-10,7%. Faktanya 28,74%. Juga di putaran pertama Pilgub DKI Jakarta 2017.
Hasil survei LSI Denny JA, AHY-Silvi akan jadi pemenang di putaran pertama Pilgub DKI. Faktanya, AHY-Silvi tersingkir lebih awal, karena hanya dapat 17,02%. Sementara Anies 39,95% dan Ahok 42,99%.
Santer kabar, ada sejumlah survei yang diantara isi kontraknya adalah memasang hasil survei 52% untuk Paslon tertentu. Pokoknya minimal 52%. Mau ditambah berapa lebihnya terserah. Kalau ada “koma”-nya akan lebih meyakinkan. Seolah-olah bener dan serius. Yang penting hasil minimalnya 52%. Walaupun faktanya di bawah 52%. Abaikan fakta itu! Karena, yang dibutuhkan bukan fakta, tapi “penggiringan opini”.
Fakta hanya diperlukan untuk melihat sebaran suara berbasis wilayah, identitas pemilih, dan isu apa yang paling berpengaruh. Dari peta itu, strategi dibuat. Termasuk juga bagaimana membuat isu dan permainan opini yang tepat. Tapi hasil survei? Tetap harus disimpan. Keluarin yang hoax. Ini juga bagian dari strategi.
Gawat! Kalau “ilmu pengetahuan” sudah tunduk pada -dan menjadi budak- kepentingan politik, maka peradaban akan berada di ujung kehancuran. Dalam jangka panjang, masyarakat akan hidup tanpa moral, karena diasah maindsednya terus menerus oleh kebohongan. Kelak akan tiba saatnya orang tak lagi bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Salah benar sudah dianggap tak penting lagi. Ini mengingatkan kita pada ungkapan Hitler yang sangat populer: “kebenaran adalah kesalahan yang terulang seribu kali”. Bahaya!
Kalau kontrak 52% itu nyata, kebohongan publik oleh lembaga-lembaga survei ini benar adanya dan terbukti, maka dunia survei di Indonesia betul-betul telah rusak. Sain menjadi alat politik yang akan menebar virus kebiadaban. Sungguh benar-benar tak bermoral. Semoga ini tak benar.
Jakarta, 13/3/2019
Related Post:
- Tony Robbins Bitcoin – Litecoin UFC – Chinese Crypto Survey – Huobi EOS Exchange – XRP Internet Arch
- MENGEJUTKAN ~ BAWASLU: REUNI 212 ADA MUATAN POLITIK, DITANYA TERIAKAN 2019PRABOWO PRESIDEN,JAWABNYA?
- (Part 5) 100 Hari Anies-Sandi: Ada persaingan di antara Anies-Sandi?
- Seram Benda Apa Tu?..Tengah Syok Selfie Tiba2 Ada Lembaga kat Blakang
- Prabowo: Ada Lembaga yang Berupaya Giring Opini Seolah Kita Kalah
- GAK ADA Kerjaan, ICM Laporkan Jokowi ke 4 Lembaga Hanya Soal Pidato “Berantem”
- BERITA TERBARU HARI INI-BARU 17 APRIL 2019 -lembaga cepat hitung ada yang aneh
- Terkait Lembaga Wali Nanggroe, Malik Mahmud Sebut Ada Pihak yang Tidak Mengerti Mou Helsinki
- [TERBARU] Jokowi: Kalau Ada Lembaga yang Tidak Bermanfaat, Saya Bubarkan
- Gayus Lumbuun: Tidak Ada Lembaga yang Tanpa Pengawasan